Notification

×

Iklan

Iklan

Mengapa Banjir Libya Sebabkan Kerusakan Dahsyat?

Kamis, 14 September 2023 | September 14, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-09-14T04:05:59Z


  

Ungkapfakta.online, Jakarta - Lebih dari 5.000 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya hilang setelah banjir dahsyat melanda kota pelabuhan Derna di Libia. (Reuters)

Sejumlah kawasan permukiman terseret ke laut ketika aliran air yang sangat besar seperti tsunami melanda kota.


Sejumlah keluarga hanyut, menurut seorang jurnalis Libia yang telah berbicara dengan para penyintas di kota tersebut. Mereka menggambarkan situasi tersebut "melampaui malapetaka".

Curah hujan mencapai rekor

Banjir bandang dibawa oleh Badai Daniel yang melanda Libia pada Minggu (10/09).


Badai tersebut - sejenis badai Mediterania yang dikenal sebagai medicane - membawa curah hujan melebihi 400 mm ke beberapa bagian pantai timur laut dalam jangka waktu 24 jam.


Kondisi itu terbilang luar biasa untuk wilayah yang biasanya mengalami curah hujan sekitar 1,5 mm sepanjang bulan September.


Badan Meteorologi Nasional Libia mengatakan curah hujan pada Minggu (10/09) adalah rekor baru.


Data satelit menunjukkan tingkat curah hujan di seluruh wilayah tersebut - meskipun di banyak tempat jumlah yang tercatat lebih tinggi.


Masih terlalu dini untuk mengaitkan antara keparahan badai ini dengan kenaikan suhu global.


Namun, perubahan iklim diperkirakan meningkatkan frekuensi badai atau medicane.

Prof Liz Stephens, pakar risiko dan ketahanan iklim di Universitas Reading di Inggris, mengatakan para ilmuwan yakin bahwa perubahan iklim meningkatkan curah hujan yang terkait dengan badai tersebut.


Dua bendungan kewalahan

Sungai Wadi Derna mengalir dari pegunungan di pedalaman Libia, melalui Kota Derna, kemudian ke Laut Mediterania.


Sungai tersebut kering hampir sepanjang tahun, namun hujan yang luar biasa deras membanjiri dua bendungan penting dan menghancurkan beberapa jembatan.


Penduduk kota, yang telah diperintahkan oleh pemerintah setempat untuk bertahan di rumah mereka, melaporkan bunyi ledakan keras sebelum kota itu terendam air.

"Bendungan-bendungan tersebut pada awalnya menahan air, namun gagal sehingga melepaskan seluruh air sekaligus.

"Puing-puing yang terperangkap dalam air banjir akan menambah daya rusaknya," kata Prof Stephens.

Bendungan bagian atas mempunyai kapasitas penyimpanan 1,5 juta meter kubik air, sedangkan bendungan bagian bawah mampu menampung 22,5 juta meter kubik.

Setiap meter kubik air memiliki berat sekitar satu ton (1.000 kg), sehingga 1,5 juta meter kubik air akan berbobot 1,5 juta ton.

Gabungkan beban tersebut dengan gravitasi saat air menuruni bukit, maka dorongan air sangat besar. Para saksi mata mengatakan, ketinggian air di beberapa tempat mencapai hampir tiga meter.

Diperkirakan air banjir setinggi 20cm yang bergerak cepat cukup untuk menjatuhkan seseorang dan air banjir setinggi 60cm cukup untuk membuat mobil terapung. Karena itu, tidak mengherankan seluruh bangunan ambruk akibat banjir.

Para ahli mengatakan masih terlalu dini untuk mengetahui apakah curah hujan ekstrem melampaui kemampuan kedua bendungan untuk menahan air, atau apakah kondisi bangunan juga berperan.

Berdasarkan pengamatan mereka, kemungkinan besar bendungan tersebut terbuat dari tanah atau bebatuan yang ditimbun dan dipadatkan, sehingga tidak sekuat beton.

"Bendungan ini rentan terhadap luapan [ketika air melebihi kapasitas bendungan]. Meskipun bendungan beton dapat bertahan dari luapan air, bendungan timbunan batu biasanya tidak dapat bertahan," kata Prof Dragan Savic dari Universitas Exeter, pakar teknik hidrolik di Inggris.

Diperkirakan bendungan bagian atas adalah yang pertama kali rusak, menurut insinyur struktur Andrew Barr.
Menurutnya, air kemungkinan mengalir ke lembah sungai berbatu menuju bendungan yang lebih rendah dan membuat bendungan itu kewalahan. Alhasil, banjir bandang secara tiba-tiba menghantam Kota Derna yang terjebak di antara gunung dan laut.

Sebuah makalah penelitian yang diterbitkan tahun lalu tentang hidrologi Cekungan Wadi Derna menyoroti bahwa daerah tersebut "memiliki potensi risiko banjir yang tinggi", berdasarkan kemungkinan bahwa dulu banjir pernah sangat besar dan bahwa bendungan tersebut "memerlukan pemeliharaan berkala".

Laporan tersebut, yang ditulis oleh pakar teknik sipil Abdelwanees AR Ashoor dari Universitas Omar Al-Mukhtar di Libia, mengatakan bahwa "situasi saat ini di Cekungan Lembah Derna mengharuskan para pejabat untuk mengambil tindakan segera, melakukan pemeliharaan rutin terhadap bendungan yang ada, karena jika terjadi banjir besar, akan menjadi bencana bagi penduduk lembah dan kota".

Beberapa ahli telah menyoroti kemungkinan peran ketidakstabilan politik di Libia dalam pemeliharaan bendungan.

Ketika upaya penyelamatan di kota tersebut terus berlanjut, jurnalis Libia Johr Ali, yang berbicara dengan para penyintas di kota tersebut, mengatakan kepada BBC: "Orang-orang mendengar tangisan bayi di bawah tanah, mereka tidak tahu bagaimana cara mencapainya.

"Orang-orang menggunakan sekop untuk mengambil jenazah dari bawah tanah, mereka menggunakan tangan mereka sendiri. Mereka semua bilang ini seperti hari kiamat."
Sumber :BBC.com

×
Berita Terbaru Update