Notification

×

Iklan

Iklan

Terkait Penuntasan Pelanggaran HAM, Tak Perlu Masuk Ke Visi-Misi, Ini Kata Demokrat

Jumat, 03 November 2023 | November 03, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-11-02T22:53:00Z


Jakarta,Ungkapfakta.online- Politikus Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan penuntasan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tidak perlu dimasukkan dalam visi dan misi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Menurut dia, program itu sudah berjalan sejak pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden  Joko Widodo, sehingga Prabowo-Gibran tinggal melanjutkan.

“(Yang ditampilkan dalam visi dan misi) sesuatu yang dianggap baru, apalagi ada perhatian khusus terhadap generasi Z dan milenial ini harus menjadi skala prioritas,” kata Herman saat ditemui di kompleks parlemen, Kamis, 2 November 2023.

 

Menurut Herman, visi dan misi Prabowo-Gibran adalah aspirasi masyarakat saat ini. Selain itu, pihaknya lebih fokus pada pemilih muda karena menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdapat hampir 54 persen pemilih dari generasi muda. 

“Visi dan misi (Prabowo-Gibran) ini menampilkan sesuatu yang baru,” kata dia. 

Dia mencontohkan dalam hal pangan. Herman menyatakan masalah pangan berpotensi terus menjadi masalah kedepannya. Karena itu, dia menilai hal itu harus diprioritaskan, tentunya tanpa menyingkirkan program-program prioritas lain. 

“Bagaimana dengan pelanggaran HAM masa lalu? Ya berjalan,” kata dia. “Semua penting, tapi ada sesuatu hal baru yang harus diangkat agar menjadi hal penting.”

Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tak memasukkan soal penuntasan pelanggaran HAM masa lalu dalam visi misi yang mereka serahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat mendaftar sebagai pasangan capres dan cawapres. Mereka hanya menuliskan program untuk mempercepat pelaksanaan demokrasi substantif, penghormatan HAM, supremasi hukum yang berkeadilan, dan keamanan yang profesional. Mereka tak memasukkan visi misi soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.

Ketua Prabowo Mania 08 Tantang Ganjar Ungkap Aktor Pelanggaran HAM 27 Juli 1996

Sebelumnya, Ketua Umum Prabowo Mania 08 Immanuel Ebenezer menantang Ganjar Pranowo untuk menangkap para pelanggar HAM, terutama kasus 27 Juli 1996 jika berhasil menjadi presiden. Dia menilai penuntasan kasus pelanggaran HAM jangan hanya dijadikan isu dalam visi dan misi di awal saja.

“Saya nantangin, berani tidak Ganjar teriak aktor pelanggar HAM?” kata Immanuel yang akrab disapa Noel saat dihubungi Rabu, 1 November 2023. “Biar tidak seperti presiden infotainment.”

Kasus pelanggaran HAM 27 Juli 1996 yang dimaksud Noel adalah penyerbuan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta. Saat itu, kantor DPP PDI yang dikendalikan oleh pendukung Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum berdasarkan hasil Kongres Surabaya 1993), diserbu oleh kelompok pendukung Soerjadi (Ketua Umum berdasarkan hasil Kongres Medan 1996), yang didukung ratusan aparat kepolisian. 

Selanjutnya, Prabowo Masih Dihantui isu pelanggaran HAM

Seperti diketahui, Prabowo Subianto masih terus dibayang-bayangi soal pelanggaran HAM penculikan sejumlah aktivis pada 1997-1998. Saat itu, Prabowo menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). 

Menurut catatan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) ada 13 orang yang hilang dan tak diketahui rimbanya hingga saat ini. Empat diantaranya adalah para aktivis Partai Rakyat Demokratik yaitu: Wiji Thukul, Bima Petrus, Herman Hendrawan, dan Suyat.  

Akibat aksinya ini, Prabowo sempat diperiksa oleh tim yang dikenal dengan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beranggotakan jenderal-jenderal senior. Mereka adalah Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo sebagai ketua dan enam anggota berpangkat letnan jenderal, yaitu Djamari Chaniago, Fachrul, Yusuf Kartanegara, Agum Gumelar, Arie J. Kumaat, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Dewan Kehormatan Perwira akhirnya memutuskan untuk memberhentikan Prabowo Subianto dari dinas militer. 

Meskipun demikian, Prabowo Subainto memang belum sempat diadili secara hukum dalam kasus ini. Rekomendasi DPR pada 2009 agar pemerintah membentuk pengadilan HAM ad hoc dan mengusut kasus penculikan 13 aktivis yang masih hilang pun tak berjalan hingga saat ini. Pemerintahan Presiden Jokowi justru memilih jalur non hukum dengan membentuk Tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat (PPHAM) melalui Keppres No.17/2022. 


Sumber:  tempo.co

×
Berita Terbaru Update