Notification

×

Iklan

Iklan

Ubah Sawit Jadi Bahan Bakar, RI Bakal Swasembada Energi, Cek Faktanya

Jumat, 03 November 2023 | November 03, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-11-03T01:22:40Z



Nusa Dua, Ungkapfakta.online - Implementasi program biofuel B35 di Tanah Air terus menunjukkan progres yang baik dari hari ke hari. Buktinya, kontribusi domestik dalam implementasi biofuel B35 sudah mencapai 8,9 juta kilo liter (68%) per September 2023. Adapun, sebanyak 121.000 kilo liter B35 tercatat diekspor ke luar negeri.

Direktur Jendral Energi Baru dan Terbarukan (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Yudo Dwiananda Priaadi mengungkapkan untuk mencapai target zero emission, ke depan Indonesia membutuhkan lebih banyak pasokan kelapa sawit.

"Sebagai program mandatori, implementasi biofuel melalui B35 pada tahun 2023 memiliki alokasi dari domestik sebesar 13.15 juta kilo liter dan diharapkan dapat mencapai 13.9 juta kilo liter pada 2025," papar Yudo dalam IPOC 2023, Kamis (2/11/2023).

Terkait ketersediaan pasokan dari kelapa sawit Indonesia di masa yang akan datang, meskipun Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia namun masih menghadapi masalah produktivitas yang jauh dari ideal.


Hal ini diungkapkan oleh Ketua Gapki Eddy Martono. Saat ini, menurutnya, rata-rata produksi CPO Indonesia hanya 3-4 ton/ha per tahun. "Untuk memenuhi kebutuhan global maka pentingnya program sawit rakyat atau PSR tidak boleh diabaikan," ujarnya.

Tanpa program ini, dia menilai produktivitas perkebunan kelapa sawit diproyeksikan akan menurun secara serius. Pada tahun 2025, diperkirakan produksi CPO (Crude Palm Oil) hanya akan mencapai sekitar 44 juta metrik ton.

"Ini menekankan peran penting program ini dalam menjaga keberlanjutan industri tersebut," tegas Eddy.

Masa Depan SAF

Tidak hanya biofuel B35, Indonesia kini tengah mengembangkan penggunaan energi terbarukan lainnya yang berbahan kelapa sawit. Baru-baru ini, pemerintah melalui maskapai plat merah telah menguji coba bahan bakar pesawat terbang atau bioavtur yang merupakan hasil dari penelitian Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

"Tes sudah mulai dilakukan dengan pencampuran 2.4% bioavtur dalam komposisi bahan bakar pesawat CN-235-220 FTB dan berhasil. Produksi biovatur secara masif akan dilaksanakan pada tahun 2026," ungkap Yudo.

Merespon Hal tersebut, pelaku usaha menyambut baik upaya pemerintah dalam mengembangkan energi berbasis kelapa sawit.

General Manager Green Energy Apical Group, Aika Yuri Winata menyatakan pentingnya peran perusahaan dalam memperkenalkan pengembangan minyak nabati kepada dunia.

Selain itu, Sustainable Aviation Fuel (ASF) bukan hanya masa depan energi terbarukan di masa yang akan datang, namun juga mempertegas kelapa sawit sebagai minyak nabati paling berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dunia di masa yang akan datang.

Menurutnya, sektor penerbangan global adalah kontributor penting terhadap emisi CO2, mencakup 3% dari emisi pada tahun 2019. Ini juga menjadi salah satu sektor yang paling sulit untuk didekarbonisasi, dengan komitmen untuk mencapai emisi net-zero pada tahun 2050.

"SAF muncul sebagai alternatif yang paling menjanjikan dan layak untuk bahan bakar pesawat konvensional, mampu mengurangi emisi CO2 hingga 90%," jelas Aika.

Lebih lanjut, Aika menjelaskan Untuk mempercepat adopsi SAF dan melakukan dekarbonisasi perjalanan udara, penting untuk memanfaatkan kekuatan wilayah ASEAN.

Negara-negara ASEAN secara kolektif menawarkan lebih dari 16 juta metrik ton minyak limbah dan sisa setiap tahun, dengan bahan baku potensial seperti minyak jelantah, limbah pabrik kelapa sawit, minyak tandan buah kosong, dan distilasi asam lemak kelapa sawit.

Saat ini, kata Aika, ada tiga hal yang masih menjadi tantangan bagi implementasi SAF di Indonesia dan juga di dunia.

"Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia dituntut untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit, biaya produksi bioavtur yang masih tinggi dibandingkan dengan Fossil serta kebijakan pemerintah yang saling terintegrasi dalam mendukung kebijakan bioenergy khususnya bioavtur sangat diperlukan," jelas Aika.


Sumber:  cnbcindonesia.com

×
Berita Terbaru Update