Notification

×

Iklan

Iklan

Sri Mulyani Bisa Pening, Subsidi Energi Diramal Lewati Target

Kamis, 12 Oktober 2023 | Oktober 12, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-10-12T07:08:46Z
Jakarta, Ungkap Fakta 


 Kementerian Keuangan (Kemenkeu) perlu mewaspadai melonjaknya nilai impor minyak dan gas bumi (migas). Hal tersebut menyusul perang yang terjadi antara kelompok Hamas Palestina dengan Israel yang masih berlanjut.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan nilai impor migas terjadi karena karena dua faktor utama.

Pertama, seperti kenaikan harga minyak mentah akibat kekhawatiran gangguan pasokan karena berlanjutnya konflik dan kedua yakni pelemahan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

"Pelemahan kurs rupiah perlu menjadi perhatian karena faktor kunci dari kenaikan beban impor migas. Defisit migas pada 2023 full year diperkirakan mencapai US$ 23-24 miliar atau hampir sama dengan defisit migas tahun lalu," ujar Bhima kepada CNBC Indonesia, Kamis (12/10/2023).

Bhima memprediksi kenaikan harga minyak mentah akan berimbas pada kenaikan harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di dalam negeri. Sementara, untuk BBM bersubsidi seperti Pertalite diperkirakan harganya masih akan tetap ditahan di level Rp 10.000 per liter.

Menurut Bhima, pemerintah tidak akan berani menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi seperti Pertalite atau Solar. Sekalipun harga minyak mentah global tengah terkerek naik.

Ia menilai apabila pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi, hal tersebut tentunya bakal berpengaruh pada pemilu 2024. Kondisi ini tentunya cukup menguntungkan bagi para konsumen pengguna BBM bersubsidi.

"Namun tantangannya dengan asumsi makro yang ada saat ini sepertinya tidak cukup alokasi subsidi energi hingga akhir tahun," kata dia.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan memperkirakan, kuota subsidi BBM, Listrik, dan LPG 3 kg pada tahun ini akan kembali habis sebelum akhir tahun. Artinya, bakal ada potensi kuota subsidi jebol kembali seperti saat 2022.

Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata mengatakan, potensi risiko terlampauinya kuota itu masih disebabkan pola konsumsinya yang belum mampu dikendalikan secara optimal sebagaimana tahun lalu. Maka, ia meminta adanya pengendalian konsumsi ke otoritas terkait.

"Mengenai risiko pelampauan kuota untuk subsidi dan kompensasi BBM, LPG, serta listrik, memang kami terus cermati hal tersebut, karena memang ada potensi untuk itu," kata Isa saat konferensi pers APBN, Jumat (11/8/2023).

"Dan kami terus kerja sama dengan badan usaha, Pertamina dan PLN khususnya untuk bisa kendalikan volume dari BBM dan listrik yang disubsidi untuk dikonsumsi," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan memproyeksikan realisasi subsidi tahun 2023 diperkirakan mencapai Rp 185,4 triliun, ditambah kompensasi energi senilai Rp 114 triliun.


Sumber: CNBC.Indonesia.Com

×
Berita Terbaru Update